Kebenaran itu (Al Haq) hanya dari Allah. Yang dari Allah itu hanya kebenaran. Jadi jika kita menyampaikan kebenaran dengan argumenta...
Kebenaran itu (Al Haq) hanya dari Allah. Yang dari Allah itu hanya kebenaran. Jadi jika kita menyampaikan kebenaran dengan argumentasi Ayat-ayat Allah, yang merupakan perpaduan serasi dan senyawa antara fakta-fakta kauniyah dan nash Kalamullah, maka tidak akan bisa dibantah oleh siapapun.
Tetapi jangan heran jika yang tidak bisa membantah itupun tetap tidak akan mau menerima, karena mereka sudah terikat kuat pada argumentasi berupa ajaran orang-orang dahulu.
Jangan heran dan penasaran karena Allah sudah mengingatkan kita akan hal ini dalam surat Al-Jatsiyah : 25.
وَإِذَا تُتۡلَىٰ عَلَيۡہِمۡ ءَايَـٰتُنَا بَيِّنَـٰتٍ۬ مَّا كَانَ حُجَّتَہُمۡ إِلَّآ أَن قَالُواْ ٱئۡتُواْ بِـَٔابَآٮِٕنَآ إِن كُنتُمۡ صَـٰدِقِين
Dan apabila diwacanakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang jelas, tidak ada bantahan mereka selain mengatakan: "Datangkanlah bapak-bapak kami jika memang kamu benar".
Seakan-akan bagi mereka, kebenaran itu bukan milik Allah, melainkan para panutan mereka itu.
Allah telah menjamin bahwa hanya mereka yang berkualifikasi "Ibadallahil Mukhlashin" sajalah yang selamat dari kepalsuan, tipuan syetan. Siapakah mereka?
Mukhlashin itu isim maf'ul. Secara harfiyah artinya "orang yang diikhlashi". Yaitu orang yang ilmu dan hujjahnya "ALLAAHU AHAD" (hati dan pikirannya dimurnikan dengan esensi surat "Al Ikhlash").
Tapi Allah mengingatkan agar kita jangan heran bahwa meraka justru berpikiran sebaliknya, sebagaimana Kalam-Nya berikut ini:
وَإِن كَانُواْ لَيَقُولُونَ (١٦٧) لَوۡ أَنَّ عِندَنَا ذِكۡرً۬ا مِّنَ ٱلۡأَوَّلِينَ (١٦٨) لَكُنَّا عِبَادَ ٱللَّهِ ٱلۡمُخۡلَصِينَ (١٦٩) فَكَفَرُواْ بِهِۦۖ فَسَوۡفَ يَعۡلَمُونَ
Pasti mereka akan mengatakan: "Kalau saja pada kami ada ajaran dari orang-orang dahulu, sungguh kami akan jadi "ibadallail mukhlashien" itu. Maka merekapun mengingkari Al Quran. Maka kelak mereka akan tahu. (Ash Shoffat : 167 - 170)
Ketika hujjah dari Allah itu tidak bisa dibantah (memang tidak akan mungkin), mereka memancing kita ke wilayah sentimentil, emosional yang rawan fitnah.
"Kamu ini golongan ingkar sunnah"; "Kamu melecehkan Para Ulama"; "Kamu merasa benar sendiri, kamu mengaku nabi, apa?"
Isu yang mereka ciptakan itulah yang digunakan untuk menyerang, membangun fitnah, bahkan memprovokasi.
Mereka justru melawan isu yang Allah peringatkan, yaitu: "mereka mengingkari Al Quran", berarti pula mengingkari kebenaran ("inkarul haq").
Oleh sebab itu, wahai sahabat, berhati-hatilah. Waspadailah fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang yang dholim saja.
وَٱتَّقُواْ فِتۡنَةً۬ لَّا تُصِيبَنَّ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمۡ خَآصَّةً۬ۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
Dan jagalah dirimu dari fitnah yang tidak hanya (khusus) menimpa orang-orang yang dholim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Al Anfal : 25)
Selain peristiwa-peristiwa tindak kekerasan dan kedholiman yang sering kita dengar, kitapun sering mengalaminya, karena memang mereka hanya punya fitnah sebagai amunisi untuk memerangi kebenaran (Al Haq).